WASPADA ANCAMAN VIRUS H1N1 ...!
jaga kesehatan dan kebersihan lingkungan sekitar anda

Minggu, 30 Oktober 2011

Badung masuk nominasi, Tim Verifikasi Adi Bakti Mina Bahari diterima Bupati Badung

Bupati Badung A.A Gde Agung menerima Tim Verifikasi lapangan penerima Adi Bakti Mina Bahari Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2011, Hanung Cahyono Kepala Bagian Hukum, Organisasi dan Humas Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementrian Kelautan dan Perikanan (KP3KKKP) dan Sekjen Himpunan Ahli Pengelola Pesisir Indonesia Prof. Dietriech G. Bengen S yang juga merupakan Guru Besar IPB di Tanjung Benoa Senin (24/10). Turut Hadir Dalam pertemuan ini Asisten Perekonomian dan Pembangunan Dewa Made Apramana, Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan I Made Badra, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Bali Saleh Purwanto, Kepala Dinas Pariwisata Cok. Raka Darmawan, Camat Kuta Selatan I Wayan Wijana, Lurah Tanjung Benoa, Bendesa Tanjung Benoa, Pengelola Koperasi Segaraning Harum, Perwakilan Nelayan. Dalam kesempatan ini Hanung Cahyono menyampaikan akan melalukan verifikasi dan penilaian karena Kabupaten Badung terpilih sebagai salah satu dari 40 nominator penerima Adi Bakti Mina Bahari Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2011. Pemberian penghargaannya akan dilaksanakan tanggal 12 dan 13 Desember 2011 bersamaan dengan Hari Nusantara. Adapun indicator penilaian tersebut : memiliki dokumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta dokumen lainnya yang mendukung program-program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, memberikan dukungan sarana dan prasarana serta mengalokasikan anggaran yang terkait dengan kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta pemberdayaan masyarakat pesisir, Memiliki kegiatan yang direncanakan dalam pengelolaan, perbaikan dan pelestarian pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan serta mengadakan kegiatan penyadaran masyarakat pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dan sudah melakukan peninjauan ke beberapa lokasi diantaranya meninjau konservasi penyu hijau di Pulau Pudut. A.A Gde Agung mengatakan bahwa Visi Kabupaten Badung “Melangkah bersama membangun Badung berdasarkan Tri Hita Karana menuju Masyarakat Adil Sejahtera dan Ajeg”. dan menjelaskan pengertian Tri Hita Karana kepada tim verifikasi. Lebih lanjut Gde Agung mengatakan semua indicator penilaian tersebut sudah dipenuhi diantaranya Kabupaten Badung sudah mempunyai Rencana Strategia (Renstra) Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, Pemkab Badung juga membuat rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak terpisahkan dari rencana tatat ruang wilayah Kabupaten badung. Gde Agung juga mengatakan arti penting penghargaan yakni meningkatkan harkat dan martabat Badung serta memotivasi untuk bekerja lebih baik karena apa yang telah diperbuat ternyata mendapat atensi dari pusat. Akhir acara ini Bupati Badung memberikan dokumen dari Dinas Peternakan perikanan dan Kelautan yang didalamnya berisi Biografi Bupati Badung beserta penghargaan yang pernah dicapai, Visi Misi dan data yang berkaitan dengan verifikasi serta cendera mata kepada tim verifikasi .

Kamis, 13 Oktober 2011

BUDI DAYA LELE SANGKURIANG

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan 1) dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, 2) teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, 3) pemasarannya relatif mudah 4) modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah. Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985, sekarang muncul jenis Lele Sangkuriang dan Lele Phyton. Keunggulan lele jenis baru ini dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit. Namun demikian perkembangan budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas rendah. Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan nilai FCR (Feeding Conversion Rate). Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk menghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele “Sangkuriang”. Seperti halnya sifat biologi lele dumbo terdahulu, lele Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Untuk usaha budidaya, penggunaan pakan komersil (pellet) sangat dianjurkan karena berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas. Penyusunan tulisan ini bertujuan untuk memberikan cara dan teknik pemeliharaan ikan lele dumbo strain Sangkuriang yang dilakukan dalam rangka peningkatan produksi Perikanan untuk meningkatkan ketersediaan protein hewani dan tingkat konsumsi ikan bagi masyarakat Indonesia. Induk lele dumbo hasil perbaikan ini, diberi nama “Lele Sangkuriang”. Induk lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada. Induk dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan hasil silang balik tahap pertama (F2 6). Budidaya lele Sangkuriang dapat dilakukan di areal dengan ketinggian 1 m – 800 m dpi. Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air budidaya masih tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpi. Namun bila budidaya dikembangkan dalam skala massal harus tetap memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial sekitarnya artinya kawasan budidaya yang dikembangkan sejalan dengan kebijakan yang dilakukan Pemda setempat. Budidaya lele, baik kegiatan pembenihan maupun pembesaran dapat dilakukan di kolam tanah, bak tembok atau bak plastik. Budidaya di bak tembok dan bak plastik dapat memanfaatkan lahan pekarangan ataupun lahan marjinal lainnya. Sumber air dapat menggunakan aliran irigasi, air sumu (air permukaan atau sumur dalam), ataupun air hujan yan sudah dikondisikan terlebih dulu. Parameter kualitas air yan baik untuk pemeliharaan ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut: 1. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-32°C. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air. 2. pH air yang ideal berkisar antara 6-9. 3. Oksigen terlarut di dalam air harus > 1 mg/l. Budidaya ikan lele Sangkuriang dapat dilakukan dalam bak plastik, bak tembok atau kolam tanah. Dalam budidaya ikan lele di kolam yang perlu diperhatikan adalah pembuatan kolam, pembuatan pintu pemasukan dan pengeluaran air. Bentuk kolam yang ideal untuk pemeliharaan ikan lele adalah empat persegi panjang dengan ukuran 100-500 m2. Kedalaman kolam berkisar antara 1,0-1,5 m dengan kemiringan kolam dari pemasukan air ke pembuangan 0,5%. Pada bagian tengah dasar kolam dibuat parit (kamalir) yang memanjang dari pemasukan air ke pengeluaran air (monik). Parit dibuat selebar 30-50 cm dengan kedalaman 10-15 cm. Sebaiknya pintu pemasukan dan pengeluaran air berukuran antara 15-20 cm. Pintu pengeluaran dapat berupa monik atau siphon. Monik terbuat dari semen atau tembok yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian kotak dan pipa pengeluaran. Pada bagian kotak dipasang papan penyekat terdiri dari dua lapis yang diantaranya diisi dengan tanah dan satu lapis saringan. Tinggi papan disesuaikan dengan tinggi air yang dikehendaki. Sedangkan pengeluaran air yang berupa siphon lebih sederhana, yaitu hanya terdiri dari pipa paralon yang terpasang didasar kolam dibawah pematang dengan bantuan pipa berbentuk “L” mencuat ke atas sesuai dengan ketinggian air kolam. Saringan dapat dipasang pada pintu pemasukan dan pengeluaran agar ikan-ikan jangan ada yang lolos keluar/masuk. Pelaksanaan Budidaya Sebelum benih ikan lele ditebarkan di kolam pembesaran, yang perlu diperhatikan adalah tentang kesiapan kolam meliputi: a. Persiapan kolam tanah (tradisional) Pengolahan dasar kolam yang terdiri dari pencangkulan atau pembajakan tanah dasar kolam dan meratakannya. Dinding kolam diperkeras dengan memukul-mukulnya dengan menggunakan balok kayu agar keras dan padat supaya tidak terjadi kebocoran. Pemopokan pematang untuk kolam tanah (menutupi bagian-bagian kolam yang bocor). Untuk tempat berlindung ikan (benih ikan lele) sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan kubangan (bak untuk pemanenan). Memberikan kapur ke dalam kolam yang bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam. Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2. Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang penyaring Kemudian dilakukan pengisian air kolam. Kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami. b. Persiapan kolam tembok Persiapan kolam tembok hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak dilakukan pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena parit dan bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen. c. Penebaran Benih Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm. d. Pemberian Pakan Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet. e. Pemanenan Ikan lele Sangkuriang akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 – 250 gram per ekor dengan panjang 15 – 20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan. Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit. Kegiatan budidaya lele Sangkuriang di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain ular dan belut. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp. Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan penanggulangan belut dapat dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan pemasangan plastik di sekeliling kolam. Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Pengobatan dapat menggunakan obat-obatan yang direkomendasikan. Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disenfeksi (bila diperlukan), pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan bahan probiotik. Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit, maka hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pindahkan segera ikan yang memperlihatkan gejala sakit dan diobati secara terpisah. Ikan yang tampak telah parah sebaiknya dimusnahkan. 2. Jangan membuang air bekas ikan sakit ke saluran air. 3. Kolam yang telah terjangkit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 1 kg/5 m2. Kapur (CaO) ditebarkan merata didasar kolam, kolam dibiarkan sampai tanah kolam retak-retak. 4. Kurangi kepadatan ikan di kolam yang terserang penyakit. 5. Alat tangkap dan wadah ikan harus dijaga agar tidak terkontaminasi penyakit. Sebelum dipakai lagi sebaiknya dicelup dulu dalam larutan Kalium Permanganat (PK) 20 ppm (1 gram dalam 50 liter air) atau larutan kaporit 0,5 ppm (0,5 gram dalam 1 m3 air). 6. Setelah memegang ikan sakit cucilah tangan kita dengan larutan PK 7. Bersihkan selalu dasar kolam dari lumpur dan sisa bahan organik 8. Usahakan agar kolam selalu mendapatkan air segar atau air baru. 9. Tingkatkan gizi makanan ikan dengan menambah vitamin untuk menambah daya tahan ikan.

Gempa berkekuatan 6,8 SR mengguncang Bali

Perhatian besar untuk masyarakat Bali dan sekitarnya untuk menjauhi pantai untuk sementara waktu menyusul terjadinya gempa di Bali yang baru saja terjadi siang ini. Dengan kekuatan 6,8 SR memang bukan gempa yang kecil dan ada yang memprediksi terjadinya gempa yang lebih besar. Beberapa teman di jejaring social seperti facebook juga sempat menampilkan foto gempa di Bali yang mereka rekam bersamaan dengan terjadinya goncangan hebat. Video gempa bali tersebut mendapat tanggapan beragam berupa bela sungkawa terhadap apa yang terjadi di pulau dewata. Dari berita yang dilansir oleh beberapa media online menyebutkan kekuatan gempa yang berpusat di Nusa Dua tersebut adalah 6,8 SR. Walaupun cukup besar dan menggoyang Bali dalam beberapa menit yang mengakibatkan kepanikan masyarakat sekitar, namun belum ada kepastian yang menyebutkan akan terjadi tsunami seperti yang pernah terjadi di beberapa kawasan di Indonesia. Karena itu mnasyarakat jangan langsung percaya dengan berita yang belum pasti kebenarannya. Tetap menenangkan diri serta berdoa agar tidak terjadi apa2 bisa lebih baik dilakukan untuk saat ini Masyarakat yang merasakan terjadinya gempa di Bali mengatakan kalau goncangan sangat terasa dalam beberapa detik. Mereka yang sedang bekerja didalam ruangan khususnya yang berada dilantai atas langsung turun kebawah untuk menyelamatkan diri. Ada yang berteriak ketakutan mengingat pergerakan yang lumayan hebat. Hingga kini para pakar sedang mencari sebab terjadinya gempa di Bali sehingga bisa memberikan informasi yang sebenar2nya untuk masyarakat Indonesia.

Selasa, 04 Oktober 2011

Kondisi Terumbu Karang

EKOSISTEM TERUMBU KARANG

Penjelasan umum mengenai ekosistem terumbu karang Istilah terumbu karang tersusun atas dua kata, yaitu terumbu dan karang, yang apabila berdiri sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan. Istilah terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu mengindikasikan suatu ekosistem dan kata lainnya merujuk pada suatu komunitas bentik atau yang hidup di dasar substrat. Berikut ini adalah definisi singkat dari terumbu, karang, karang terumbu, dan terumbu karang (gambar 1). Terumbu Reef Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air. Karang Coral Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip. Karang terumbu Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral). Berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati. Terumbu karang Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis¬jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis¬jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton
Gambar 1. Ekosistem terumbu karang (atas), karang terumbu dan matriks terumbu (tengah), serta insert hewan karang (bawah) Tipe-tipe terumbu karang Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land masses) terdapat tiga klasifikasi tipe terumbu karang yang sampai sekarang masih secara luas dipergunakan. Ketiga tipe tersebut adalah (gambar 2): 1. Terumbu karang tepi (fringing reefs) Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), P. Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali). 2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs) Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.5¬2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Great Barrier Reef (Australia), Spermonde (Sulawesi Selatan), Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah). 3. Terumbu karang cincin (atolls) Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau¬pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua)
Gambar 2. Tipe-tipe terumbu karang, yaitu terumbu karang tepi (kiri), terumbu karang penghalang (tengah), dan terumbu karang cincin (kanan). Namun demikian, tidak semua terumbu karang yang ada di Indonesia bisa digolongkan ke dalam salah satu dari ketiga tipe di atas. Dengan demikian, ada satu tipe terumbu karang lagi yaitu: 4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs) Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh) Distribusi terumbu karang Ekosistem terumbu karang dunia diperkirakan meliputi luas 600.000 km2, dengan batas sebaran di sekitar perairan dangkal laut tropis, antara 30 °LU dan 30 °LS. Terumbu karang dapat ditemukan di 109 negara di seluruh dunia, namun diduga sebagian besar dari ekosistem ini telah mengalami kerusakan atau dirusak oleh kegiatan manusia setidaknya terjadi di 93 negara. Gambar 1 memperlihatkan peta lokasi sebaran ekosistem terumbu karang di seluruh dunia.
Gambar 3. Distribusi terumbu karang dunia Berdasarkan distribusi geografinya maka 60% dari terumbu dunia ditemukan di Samudera Hindia dan Laut Merah, 25% berada di Samudera Pasifik dan sisanya 15% terdapat di Karibia. Pembagian wilayah terumbu karang dunia yang lain dan lebih umum digunakan adalah: a. ndo-Pasifik, Region Indo-Pasifik terbentang mulai dari Asia Tenggara sampai ke Polinesia dan Australia, ke bagian barat sampai ke Samudera sampai Afrika Timur. Region ini merupakan bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska. b. Atlantik bagian barat, Region Atlantik Barat terbentang dari Florida sampai Brazil, termasuk daerah Bermuda, Bahamas, Karibia, Belize dan Teluk Meksiko. c. Laut Merah, Region Laut Merah, terletak di antara Afrika dengan Saudi Arabia. Terumbu karang adalah ekosistem khas daerah tropis dengan pusat penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Terbatasnya penyebaran terumbu karang di perairan tropis dan secara melintang terbentang dari wilayah selatan Jepang sampai utara Australia dikontrol oleh faktor suhu dan sirkulasi permukaan (surface circulation). Penyebaran terumbu karang secara membujur sangat dipengaruhi oleh konektivitas antar daratan yang menjadi stepping stones melintasi samudera. Kombinasi antara faktor lingkungan fisik (suhu dan sirkulasi permukaan) dengan banyaknya jumlah stepping stones yang terdapat di wilayah Indo-Pasifik diperkirakan menjadi faktor yang sangat mendukung luasnya pemencaran terumbu karang dan tingginya keanekaragaman hayati biota terumbu karang di wilayah tersebut (gambar 4).
Gambar 4. Kekayaan jenis karang, ikan, dan moluska di tiap wilayah utama terumbu karang dunia. Zonasi terumbu karang Zonasi terumbu karang berdasarkan hubungannya dengan paparan angin terbagi menjadi dua (gambar 5), yaitu: • Windward reef (terumbu yang menghadap angin) • Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin)
Gambar 5. Zonasi umum terumbu karang terhadap paparan angin Windward reef Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di reef slope, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur. Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas reef front terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga atau algal ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat) yang sangat dangkal Leeward reef Leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.

Aturan Hukum yang mengatur Terumbu Karang

Pengrusakan terumbu karang tersebut khususnya yang disebabkan oleh aktivitas manusia, merupakan tindakan inkonstitusional alias melanggar hukum. Dalam UU 1945 pasal 33 ayat 3 dinayatakan, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 33 ayat 3 ini merupakan landasarn yuridis dan sekaligus merupakan arah bagi pengaturan terhadap hal yang berkaitan dengan sumberdaya terumbu karang. Selain itu salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia 1980 adalah menetapkan terumbu karang sebagai sistem ekologi dan penyangga kehidupan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan. Karena itu, terumbu karang di sebagai salah satu sumberdaya alam yang ada di Indonesia, pengelolaannya harus di dasarkan pada peraturan - peraturan, di antaranya :
1. UU RI No. 4/1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup
2. UU RI No. 9/1985. Tentang perikanan
3. UU RI No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem
4. UU RI No. 9/1990 Tentang Kepariwisataan
5. Peraturan pemerintah No. 29/1986 tentang analisa dampak lingkungan
6. Keputusan menteri kehutanan No. 687/Kpts.II/1989 tanggal 15 Nopember 1989 tentang pengusaha hutan wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Hutan Laut
7. Surat edaran Menteri PPLH No. 408/MNPPLH/4/1979, tentang larangan pengambilan batu karang yang dapat merusak lingkungan ekosistem laut, situjukan kepada Gubenur Kapala Daerah, Tingkat I di seluruh Indonesia.
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan No. IK.220/D4.T44/91, tentang penangkapan ikan dengan bahan/alat terlarang - ditujukan kepada Kepala Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia

Fungsi Dan Manfaat Terumbu Karang

Setelah mengenali, maka cintai dan peliharalah terumbu karang, karena terumbu karang mempunyai fungsi dan manfaat serta arti yang amat penting bagi kehidupan manusia baik segi ekonomi maupun sebagai penunjang kegiatan pariwisata dan manfaat serta terumbu karang adalah :
1. Proses kehidupan yang memerlukan waktu yang sangat lama untuk tumbuh dan berkembang biak untuk membentuk seperti kondisi saat ini.
2. Tempat tinggal, berkembang biak dan mencari makan ribuan jenis ikan, hewan dan tumbuhan yang menjadi tumpuan kita
3. Indonesia memiliki terumbu karang terluas didunia, dengan luas sekitar 600.000 Km persegi.
4. Sumberdaya laut yang mempunyai nilai potensi ekonomi yang sangat tinggi
5. Sebagai laboratorium alam untuk penunjang pendidikan dan penelitian
6. Terumbu karang merupakan habitat bagi sejumlah spesies yang terancam punah serti kima raksasa dan penyu laut
7. Dari segi fisik terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai lain seperti padang lamun dan magrove
8. Terumbu karang merupakan sumber perikanan yang tinggi. Dari 132 jenis ikan yang bernilai ekonomi di Indonesia, 32 jenis diantaranya hidup di terumbu karang, berbagai jenis ikan karang menjadi komoditi ekspor. Terumbu karang yang sehat menghasilkan 3 - 10 ton ikan per kilometer persegi pertahun.
9. Keindahan terumbu karang sangat potensial untk wisata bahari. Masyarakat disekitar terumbu karang dapat memanfaatkan hal ini dengan mendirikan pusat-pusat penyelaman, restoran, penginapan sehingga pendapatn mereka bertambah
10. Terumbu karang potensi masa depan untuk sumber lapangan kerja bagi rakyat Indonesia

Kehidupan Di Terumbu Karang

Hutan bakau, padang lamun dan terumbu karang merupakan tiga eksosistim penting di daerah pesisir. Hutan bakau dan padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam melindungi pantai dari ancaman abrasi dan erosi serta tempat pemijahan bagi hewan-hewan penghuni laut lainnya. Terumbu karang merupakan rumah bagi banyak mahkluk hidup laut. Diperkirakan lebih dari 3.000 spesies dapt dijumpai pada terumbu karang yang hidup di Asia Tenggara. Terumbu karang lebih banyak mengandung hewan vetebrata. Beberapa jenis ikan seperti ikan kepe-kepe dan betol menghabiskan seluruh waktunya di terumbu karang, sedangkan ikan lain seperti ikan hiu atau ikan kuwe lebih banyak menggunakan waktunya di terumbu karang untuk mencari makan. Udang lobster, ikan scorpion dan beberapa jenis ikan karang lainnya diterumbu karang bagi mereka adalah sebagai tempat bersarang dan memijah. Terumbu karang yang beraneka ragam bentuknya tersebut memberikan tempat persembunyian yang baik bagi iakn. Di situ hidup banyak jenis ikan yang warnanya indah. Indonesia memiliki lebih dari 253 jenis ikan hias laut. Bagi masyarakat pesisir terumbu karang memberiakn manfaat yang besar , selain mencegah bahay abrasi mereka juga memerlukan ikan, kima kepiting dan udang barong yang hidup di dalam terumbu karang sebagai sumber makan dan mata pencaharian mereka.

Mengenali Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Jangankan dirusak, diambil sebuah saja, maka rusaklah keutuhannya. Ini dikarenakan kehidupan di terumbu karang di dasari oleh hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk. Rantai makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu proses terciptanya pun tidak mudah. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam.
Sebagai ekosistem terumbu karang sangat kompleks dan produkstif dan keanekaraman jenis biota yang amat tinggi. Variasi bentuk pertumbuhannya di Indonesia sangat kompleks dan luas sehingga bisa ditumbuhi oleh jenis biota lain.
Ekosistim ini adalah ekosistim daerah tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas yang pemanfaatannya harus secara lestari. Ekosistim terumbu karang ini umumnya terdapat pada perairan yang relatif dangkal dan jernih serta suhunya hangat ( lebih dari 22 derjat celcius) dan memiliki kadar karbonat yang tinggi. Binatang karang hidup dengan baik pada perairan tropis dan sub tropis serta jernih karena cahaya matahari harus dapat menembus hingga dasar perairan. Sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesis, sedangkan kadar kapur yang tinggi diperlukan untuk membentuk kerangka hewan penyusun karang dan biota lainnya.
Indonesia yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa, mempunyai terumbu karang terluas di dunia yang tersebar mulai dari Sabang- Aceh sampai ke Irian Jaya. Dengan jumlah penduduk lebih dari 212 juta jiwa, 60 % penduduk Indonesia tinggal di daerah pesisir, maka terumbu karang merupakan tumpuan sumber penghidupan utama.
Disamping sebagai sumber perikanan, terumbu karang memberikan penghasilan antara lain bagi dunia industri ikan hias, terumbu karang juga merupakan sumber devisa bagi negara, termasuk usaha pariwisata yang dikelola oleh masyarakat setempat dan para pengusaha pariwisata bahari.

Mengapa Terumbu Karang Harus Segera Di Selamatkan

Sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan, sehingga dengan demikian secara alamiah bangsa Indonesia merupakan bangsa bahari. Hal ini ditambah lagi dengan letak wilayah Indonesia yang strategis diwilayah tropis. Hamparan laut yang luas merupakan suatu potensi bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan sumberdaya laut yang memiliki keragaman baik baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya lainnya.
Sebagai suatu bangsa bahari yang memiliki wilayah laut yang luas dan dengan ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar didalamnya, maka derajat keberhasilan bangsa Indonesia juga ditentukan dalam memanfaatkan dan mengelola wilayah laut yang luas tersebut.
Keunikan dan keindahan serta keanekaragaman kehidupan bawah laut dari kepulauan Indonesia yang membentang luas di cakrawala khatulistiwa masih banyak menyimpan misteri dan tantangan terhadap potensinya.
Salah satu dari potensi tersebut atau sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau ekologinya adalah sumberdaya terumbu karang, apabila sumberdaya terumbu karang ini dikaitakn dengan pengembangan wisata bahari mempunyai andil yang sangat besar. Karena keberadaan terumbu karang tersebut sangat penting dalam pengembangan berbagai sektor termasuk sektor pariwisata.
Khusus mengenai terumbu karang, Indonesia dikenal sebagai pusat distribusi terumbu karang untuk seluruh Indo-Pasifik. Indonesia memiliki areal terumbu karang seluas 60.000 km2 lebih. Sejauh ini telah tercatat kurang lebih 354 jenis karang yang termasuk kedalam 75 marga.

BUDIDAYA RUMPUT LAUT

A. Latar Belakang
Rumput laut (sea weeds) yang dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal sebagai Algae sangat populer dalam dunia perdagangan akhir - akhir ini.
Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira - kira tahun 2700 SM. Pada saat itu rumput laut banyak digunakan untuk sayuran dan obat - obatan. Pada tahun 65 SM, bangsa Romawi memanfaatkannya sebagai bahan baku kosmetik. Namun dengan perkembangan waktu, pengetahuan tentang rumput lautpun semakin berkembang. Spanyol, Perancis, dan Inggris menjadikan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas.
Kapan pemanfaatan rumput laut di Indonesia tidak diketahui. Hanya pada waktu bangsa Portugis datang ke Indonesia sekitar tahun 1292, rumput laut telah dimanfaatkan sebagai sayuran. Baru pada masa sebelum perang dunia ke - 2, tercatat bahwa Indonesia telah mengekspor rumput laut ke Amerika Serikat, Denmark, dan Perancis.

Sekarang ini rumput laut di Indonesia banyak dikembangkan di pesisir pantai Bali dan Nusa Tenggara. Mengingat panjangnya garis pantai Indonesia (81.000 km), maka peluang budidaya rumput laut sangat menjanjikan. Jika menilik permintaan pasar dunia ke Indonesia yang setiap tahunnya mencapai rata - rata 21,8 % dari kebutuhan dunia, sekarang ini pemenuhan untuk memasok permintaan tersebut masih sangat kurang, yaitu hanya berkisar 13,1%. Rendahnya pasokan dari Indonesia disebabkan karena kegiatan budidaya yang kurang baik dan kurangnya informasi tentang potensi rumput laut kepada para petani.

B. Kandungan
Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah (Rhodophyceae) karena mengandung agar - agar, keraginan, porpiran, furcelaran maupun pigmen fikobilin (terdiri dari fikoeretrin dan fikosianin) yang merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak karbohidrat. Tetapi ada juga yang memanfaatkan jenis ganggang coklat (Phaeophyceae). Ganggang coklat ini banyak mengandung pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin dan fukosantin, pirenoid, dan lembaran fotosintesa (filakoid). Selain itu ganggang coklat juga mengandung cadangan makanan berupa laminarin, selulose, dan algin. Selain bahan - bahan tadi, ganggang merah dan coklat banyak mengandung jodium.

C. Manfaat
1. Agar - agar
Masyarakat pada umumnya mengenal agar - agar dalam bentuk tepung yang biasa digunakan untuk pembuatan puding. Akan tetapi orang tidak tahu secara pasti apa agar - agar itu. Agar - agar merupakan asam sulfanik yang meruapakan ester dari galakto linier dan diperoleh dengan mengekstraksi ganggang jenis Agarophytae. Agar - agar ini sifatnya larut dalam air panas dan tidak larut dalam air dingin.

Sekarang ini penggunaan agar - agar semakin berkembang, yang dulunya hanya untuk makanan saja sekarang ini telah digunakan dalam industri tekstil, kosmetik, dan lain - lain. Fungsi utamanya adalah sebagai bahan pemantap, dan pembuat emulsi, bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pembuat gel. Dalam industri, agar - agar banyak digunakan dalam industri makanan seperti untuk pembuatan roti, sup, saus, es krim, jelly, permen, serbat, keju, puding, selai, bir, anggur, kopi, dan cokelat. Dalam industri farmasi bermanfaat sebagai obat pencahar atau peluntur, pembungkus kapsul, dan bahan campuran pencetak contoh gigi. Dalam industri tekstil dapat digunakan untuk melindungi kemilau sutera. Dalam industri kosmetik, agar - agar bermanfaat dalam pembuatan salep, krem, lotion, lipstik, dan sabun. Selain itu masih banyak manfaat lain dari agar - agar, seperti untuk pembuatan pelat film, pasta gigi, semir sepatu, kertas, dan pengalengan ikan dan daging.

2. Keraginan
Keraginan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit D-galaktosa dan L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1 - 4 glikosilik. Ciri kas dari keraginan adalah setiap unit galaktosanya mengikat gugusan sulfat, jumlah sulfatnya lebih kurang 35,1%.
Kegunaan keraginan hampir sama dengan agar - agar, antara lain sebagai pengatur keseimbangan, pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi. Keraginan banyak digunakan dalam industri makanan untuk pembuatan kue, roti, makroni, jam, jelly, sari buah, bir, es krim, dan gel pelapis produk daging. Dalam industri farmasi banyak dimanfaatkan untuk pasta gigi dan obat - obatan. Selain itu juga dapat dimanfaatkan dalam industri tekstil, kosmetik dan cat.

3. Algin (Alginat)
Algin ini didapatkan dari rumput laut jenis algae coklat. Algin ini merupakan polimer dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier panjang. Bentuk algin di pasaran banyak dijumpai dalam bentuk tepung natrium, kalium atau amonium alginat yang larut dalam air.
Kegunaan algin dalam industri ialah sebagai bahan pengental, pengatur keseimbangan, pengemulsi, dan pembentuk lapisan tipis yang tahan terhadap minyak. Algin dalam industri banyak digunakan dalam industri makanan untuk pembuatan es krim, serbat, susu es, roti, kue, permen, mentega, saus, pengalengan daging, selai, sirup, dan puding. Dalam industri farmasi banyak dimanfaatkan untuk tablet, salep, kapsul, plester, dan filter. Industri kosmetik untuk cream, lotion, sampo, cat rambut,. Dan dalam industri lain seperti tekstil, kertas, fotografi, insektisida, pestisida, dan bahan pengawet kayu.

D. Fungsi TON dalam Ekologi Rumput Laut
Rumput laut pertama kali ditemukan hidup secara alami bukan hasil budidaya. Mereka tersebar di perairan sesuai dengan lingkungan yang dibutuhkannya. Rumput laut memerlukan tempat menempel untuk menunjang kehidupannya. Di alam tempat menempel ini bisa berupa karang mati, cangkang moluska, dan bisa juga berupa pasir dan lumpur.

Selain itu rumput laut sangat membutuhkan sinar matahari untuk melangsungkan proses fotosintesa. Banyaknya sinar matahari ini sangat dipengaruhi oleh kecerahan air laut. Supaya kebutuhan sinar matahari tersedia dalam jumlah yang optimal maka harus diatur kedalaman dalam membudidayakannya. Kedalaman idealnya adalah berada 30 - 50 cm dari permukaan air.

Proses fotosintesa rumput laut tidak hanya dipengaruhi oleh sinar matahari saja, tetapi juga membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang cukup baik makro maupun mikro. Unsur hara ini banyak didapatkan dari lingkungan air yang diserap langsung oleh seluruh bagian tanaman. Untuk mensuplai unsur hara ini biasanya dilakukan pemupukan selama budidaya. Untuk membantu menyediakan unsur hara dalam jumlah yang optimal dan supaya cepat diserap oleh rumput laut ini, maka harus disediakan unsur hara yang sudah dalam keadaan siap pakai (ionik). Unsur hara ini banyak dikandung dalam TON (Tambak Organik Nusantara).

TON (Tambak Organik Nusantara), mengandung segala bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pertumbuhan rumput laut. Baik menyediakan unsur hara mikro lengkap, juga menyediakan unsur makro. Selain itu TON juga akan meningkatkan kualitas rumput laut, karena akan menurunkan tingkat pencemaran logam berat yang juga akan terserap oleh rumput laut. Jika logam berat ini tidak ada yang mengikat, maka akan ikut terserap dalam proses absorbsi unsur hara dari rumput laut, sehingga sangat berbahaya bagi konsumen. Dengan adanya TON, logam berat ini akan terikat dalam bentuk senyawa dan akan mengendap atau sulit terserap oleh proses absorbsi.

Pertumbuhan rumput laut juga dipengaruhi oleh jumlah oksigen terlarut (DO), salinitas (kadar garam) dan temperatur. Kandungan Oksigen selain dipengaruhi oleh gerakan air juga dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara. Sehingga TON juga sangat penting untuk menunjang ketersediaan oksigen di perairan. Temperatur ideal bagi pertumbuhan rumput laut adalah berkisar 200 - 280 C

Dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah yang optimal dan kondisi lingkungan yang seimbang karena pengaruh TON, maka kualitas dan kuantitas bahan - bahan yang dikandung oleh rumput laut juga akan meningkat.

Selain itu, pemakaian TON untuk budidaya rumput laut juga akan membantu mengikat senyawa - senyawa dan unsur - unsur berbahaya dalam perairan. Senyawa - senyawa dan unsur-unsur ini jika teradsorbsi dalam sistem metabolisme rumput laut, akan mengganggu pertumbuhan rumput laut dan juga akan menurunkan kualitas hasilnya. Selain itu jika rumput laut ini akan digunakan untuk bahan makanan, akan sangat berbahaya bagi yang menkonsumsinya. Kandungan senyawa karbon aktif dari TON akan sangat membantu untuk mereduksi senyawa-senyawa dan unsur - unsur berbahaya tersebut.

E. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pemakaian TON (Tambak Organik Nusantara)
Dalam menjalankan budidaya rumput laut, pertama yang harus diperhatikan adalah pemilihan lokasi budidaya. Sebaiknya lokasi budidaya diusahakan di perairan yang tidak mengalami fluktuasi salinitas (kadar garam) yang besar dan bebas dari pencemaran industri maupun rumah tangga. Selain itu pemilihan lokasi juga harus mempertimbangkan aspek ekonomis dan tenaga kerja.

Budidaya rumput laut dapat dilakukan di areal pantai lepas maupun di tambak. Dalam pembahasan sekarang ini kita akan menekankan pada budidaya di tambak. Hal ini mengingat peran TON yang tidak efektif jika diperairan lepas (pantai). Untuk budidaya perairan lepas dibedakan dalam beberapa metode, yaitu :
1. Metode Lepas Dasar
Dimana cara ini dikerjakan dengan mengikatkan bibit rumput laut pada tali - tali yang dipatok secara berjajar - jajar di daerah perairan laut dengan kedalaman antara 30 - 60 cm. Rumput laut ditanam di dasar perairan.

2. Metode Rakit
Cara ini dikerjakan di perairan yang kedalamannya lebih dari 60 cm. Dikerjakan dengan mengikat bibit rumput di tali - tali yang diikatkan di patok - patok dalam posisi seperti melayang di tengah - tengah kedalaman perairan.

3. Metode Tali Gantung
Jika dua metode di atas posisi bibit - bibit rumput laut dalam posisi horizontal (mendatar), maka metode tali gantung ini dilakukan dengan mengikatkan bibit - bibit rumput laut dalam posisi vertikal (tegak lurus) pada tali - tali yang disusun berjajar.

Pemakaian TON dengan 3 cara di atas hanya dapat dilakukan dengan sistem perendaman bibit. Karena jika TON diaplikasikan di perairan akan tidak efektif dan akan banyak yang hilang oleh arus laut. Metode perendaman bibit dilakukan dengan cara :
1. Larutkan TON dalam air laut yang ditempatkan dalam wadah .
2. Untuk 1 liter air laut diberikan seperempat sendok makan (5 - 10 gr) TON dan tambahkan 1 - 2 cc Hormonik.
3. Rendam selama 4 - 5 jam, dan bibit siap ditanam.

Pemakaian TON akan sangat efektif jika diaplikasikan dalam budidaya rumput laut di tambak. Cara budidaya di tambak ini dapat dilakukan dengan metode tebar. Caranya adalah sebagai berikut :
1. Tambak harus dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran.
2. Tambak dikeringkan dahulu.
3. Taburkan kapur agar pH-nya netral ( 0,5 - 2 ton per-hektar tergantung kondisi keasaman lahan).
4. Diamkan selama 1 minggu.
5. Aplikasikan TON, dengan dosis 1 - 5 botol per-hektar (untuk daerah - daerah yang tingkat pencemarannya tinggi, dosisnya ditinggikan), dengan cara dilarutkan dengan air dahulu, kemudian disebar secara merata di dasar tambak.
6. Diamkan 1 hari
7. Masukkan air sampai ketinggian 70 cm.
8. Tebarkan bibit rumput laut yang sudah direndam dengan TON dan hormonik seperti cara perendaman di atas. Dengan kepadatan 80 - 100 gram/m2.
9. Bila dasar tambak cukup keras, bibit dapat ditancapkan seperti penanaman padi.
10. Tidak perlu ditambah pupuk makro.

F. Pemeliharaan dan aplikasi TON (Tambak Organik Nusantara) susulan.
Selama budidaya, harus dilakukan pengawasan secara kontinyu. Khusus untuk budidaya di tambak harus dilakukaan minimal 1 - 2 minggu setelah penebaran bibit, hal ini untuk mengontrol posisi rumput laut yang ditebar. Biasanya karena pengaruh angin, bibit akan mengumpul di areal tertentu, jika demikian harus dipisahkan dan ditebar merata lagi di areal tambak.

Kotoran dalam bentuk debu air (lumpur terlarut/ suspended solid) sering melekat pada tanaman, apalagi pada perairan yang tenang seperti tambak. Pada saat itu, maka tanaman harus digoyang - goyangkan di dalam air agar tanaman selalu bersih dari kotoran yang melekat. Kotoran ini akan mengganggu metabolisme rumput laut. Beberapa tumbuhan laut seperti Ulva, Hypea, Chaetomorpha, dan Enteromorpha sering membelit tanaman. Tumbuhan - tumbuhan tersebut harus segera disingkirkan dan dipisahkan dari rumput laut agar tidak menurunkan kualitas hasil. Caranya dengan mengumpulkannya di darat. Bulu babi, ikan dan penyu merupakan hewan herbivora yang harus dicegah agar tidak memangsa rumput laut. Untuk menghindari itu biasanya dipasang jaring disekeliling daerah budidaya. Untuk budidaya di tambak di lakukan dengan memasang jaring di saluran pemasukan dan pengeluaran.

G. Pemanenan
Pada tahap pemanenan ini harus diperhatikan cara dan waktu yang tepat agar diperoleh hasil yang sesuai dengan permintaan pasar secara kualitas dan kuantitas.

Tanaman dapat dipanen setelah umur 6 - 8 minggu setelah tanam. Cara memanen adalah dengan mengangkat seluruh tanaman rumput laut ke darat. Rumput laut yang dibudidayakan di tambak dipanen dengan cara rumpun tanaman diangkat dan disisakan sedikit untuk dikembangbiakkan lebih lanjut. Atau bisa juga dilakukan dengan cara petik dengan memisahkan cabang - cabang dari tanaman induknya, tetapi cara ini akan berakibat didapatkannya sedikit keraginan dan pertumbuhan tanaman induk untuk budidaya selanjutnya akan menurun.

Jika rumput laut dipanen pada usia sekitar satu bulan, biasanya akan diperoleh perbandingan berat basah dan berat kering 8 : 1, dan jika dipanen pada usia dua bulan biasanya akan didapat perbandingan 6 : 1. Untuk jenis gracilaria biasanya diperoleh hasil panen sekitar 1500 - 2000 kg rumput laut kering per- hektarnya. Diharapkan dengan penggunaan TON (Tambak Organik Nusantara) akan meningkat sekitar 30 - 100 %.

BUDIDAYA SAPI POTONG

I. Pendahuluan.
Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar dan modern, dengan skala usaha kecilpun akan mendapatkan keuntungan yang baik jika dilakukan dengan prinsip budidaya modern. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu budidaya penggemukan sapi potong baik untuk skala usaha besar maupun kecil.
II. Penggemukan
Penggemukan sapi potong adalah pemeliharaan sapi dewasa dalam keadaan kurus untuk ditingkatkan berat badannya melalui pembesaran daging dalam waktu relatif singkat 3-5 bulan).
Beberapa hal yang berkaitan dengan usaha penggemukan sapi potong adalah :
1. Jenis-jenis Sapi Potong.
Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :
A. Sapi Bali.
Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru.
B. Sapi Ongole.
Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah.
C. Sapi Brahman.
Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian kepala. Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di Indonesia.
D. Sapi Madura.
Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini mempunyai daya pertambahan berat badan rendah.

2. Pemilihan Bakalan.
Bakalan merupakan faktor yang penting, karena sangat menentukan hasil akhir usaha penggemukan. Pemilihan bakalan memerlukan ketelitian, kejelian dan pengalaman. Ciri-ciri bakalan yang baik adalah :

- Berumur di atas 2,5 tahun.
- Jenis kelamin jantan.
- Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm tinggi pundak minimal 135 cm, lingkar dada 133 cm.
- Tubuh kurus, tulang menonjol, tetapi tetap sehat (kurus karena kurang pakan, bukan karena sakit).
- Pandangan mata bersinar cerah dan bulu halus.
- Kotoran normal
III. Tatalaksana Pemeliharaan.
3.1. Perkandangan.
Secara umum, kandang memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Pada kandang individu, setiap sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 X 1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging tidak hilang karena banyak bergerak. Pada kandang kelompok, bakalan dalam satu periode penggemukan ditempatkan dalam satu kandang. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang lebih luas daripada kandang individu. Kelemahan tipe kandang ini yaitu terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat tumbuh daripada yang lemah, karena lebih banyak mendapatkan pakan.
3.2. Pakan.
Berdasarkan kondisi fisioloigis dan sistem pencernaannya, sapi digolongkan hewan ruminansia, karena pencernaannya melalui tiga proses, yaitu secara mekanis dalam mulut dengan bantuan air ludah (saliva), secara fermentatif dalam rumen dengan bantuan mikrobia rumen dan secara enzimatis setelah melewati rumen.
Penelitian menunjukkan bahwa penggemukan dengan mengandalkan pakan berupa hijauan saja, kurang memberikan hasil yang optimal dan membutuhkan waktu yang lama. Salah satu cara mempercepat penggemukan adalah dengan pakan kombinasi antara hijauan dan konsentrat. Konsentrat yang digunakan adalah ampas bir, ampas tahu, ampas tebu, bekatul, kulit biji kedelai, kulit nenas dan buatan pabrik pakan. Konsentrat diberikan lebih dahulu untuk memberi pakan mikrobia rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk rumen, mikrobia rumen telah siap dan aktif mencerna hijauan. Kebutuhan pakan (dalam berat kering) tiap ekor adalah 2,5% berat badannya. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi, daun tebu, daun jagung, alang-alang dan rumput-rumputan liar sebagai pakan berkualitas rendah dan rumput gajah, setaria kolonjono sebagai pakan berkualitas tinggi.
Penentuan kualitas pakan tersebut berdasarkan tinggi rendahnya kandungan nutrisi (zat pakan) dan kadar serat kasar. Pakan hijauan yang berkualitas rendah mengandung serat kasar tinggi yang sifatnya sukar dicerna karena terdapat lignin yang sukar larut oleh enzim pencernaan.
3.3. Pengendalian Penyakit.
Dalam pengendalian penyakit, yang lebih utama dilakukan adalah pencegahan penyakit daripada pengobatan, karena penggunaan obat akan menambah biaya produksi dan tidak terjaminnya keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan sapi adalah :
a. Pemanfaatan kandang karantina. Sapi bakalan yang baru hendaknya dikarantina pada suatu kandang terpisah, dengan tujuan untuk memonitor adanya gejala penyakit tertentu yang tidak diketahui pada saat proses pembelian. Disamping itu juga untuk adaptasi sapi terhadap lingkungan yang baru. Pada waktu sapi dikarantina, sebaiknya diberi obat cacing karena berdasarkan penelitian sebagian besar sapi di Indonesia (terutama sapi rakyat) mengalami cacingan. Penyakit ini memang tidak mematikan, tetapi akan mengurangi kecepatan pertambahan berat badan ketika digemukkan. Waktu mengkarantina sapi adalah satu minggu untuk sapi yang sehat dan pada sapi yang sakit baru dikeluarkan setelah sapi sehat. Kandang karantina selain untuk sapi baru juga digunakan untuk memisahkan sapi lama yang menderita sakit agar tidak menular kepada sapi lain yang sehat.
b. Menjaga kebersihan sapi bakalan dan kandangnya. Sapi yang digemukkan secara intensif akan menghasilkan kotoran yang banyak karena mendapatkan pakan yang mencukupi, sehingga pembuangan kotoran harus dilakukan setiap saat jika kandang mulai kotor untuk mencegah berkembangnya bakteri dan virus penyebab penyakit.
c. Vaksinasi untuk bakalan baru. Pemberian vaksin cukup dilakukan pada saat sapi berada di kandang karantina. Vaksinasi yang penting dilakukan adalah vaksinasi Anthrax.
Beberapa jenis penyakit yang dapat meyerang sapi potong adalah cacingan, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), kembung (Bloat) dan lain-lain.
IV. Produksi Daging.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daging adalah
1. Pakan.
Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat.
2. Faktor Genetik.
Ternak dengan kualitas genetik yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi.
3. Jenis Kelamin.
Ternak jantan tumbuh lebih cepat daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging yang lebih besar.
4. Manajemen.
Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa penggemukan menjadi lebih singkat.



BUDIDAYA AYAM PEDAGING (BROILER)


I. Pendahuluan
Ayam Pedaging (Broiler) adalah ayam ras yang mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat (5-7 minggu). Broiler mempunyai peranan yang penting sebagai sumber protein hewani asal ternak. PT. NATURAL NUSANTARA berupaya membantu peningkatan produktivitas, kuantitas, kualitas dan efisiensi usaha peternakan ayam broiler secara alami (non-Kimia).

II. Pemilihan Bibit
Bibit yang baik mempunyai ciri : sehat dan aktif bergerak, tubuh gemuk (bentuk tubuh bulat), bulu bersih dan kelihatan mengkilat, hidung bersih, mata tajam dan bersih serta lubang kotoran (anus) bersih

III. Kondisi Teknis yang Ideal
a. Lokasi kandang
Kandang ideal terletak di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk, mudah dicapai sarana transportasi, terdapat sumber air, arahnya membujur dari timur ke barat.
b.Pergantian udara dalam kandang.
Ayam bernapas membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Supaya kebutuhan oksigen selalu terpenuhi, ventilasi kandang harus baik.
c.Suhu udara dalam kandang.
Suhu ideal kandang sesuai umur adalah :

Umur (hari) Suhu ( 0C )
01 - 07 34 - 32
08 - 14 29 - 27
15 - 21 26 - 25
21 - 28 24 - 23
29 - 35 23 - 21
d.Kemudahan mendapatkan sarana produksi
Lokasi kandang sebaiknya dekat dengan poultry shop atau toko sarana peternakan.

IV. Tata Laksana Pemeliharaan
4.1 Perkembangan
Tipe kandang ayam Broiler ada dua, yaitu bentuk panggung dan tanpa panggung (litter). Tipe panggung lantai kandang lebih bersih karena kotoran langsung jatuh ke tanah, tidak memerlukan alas kandang sehingga pengelolaan lebih efisien, tetapi biaya pembuatan kandang lebih besar. Tipe litter lebih banyak dipakai peternak, karena lebih mudah dibuat dan lebih murah.
Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2, lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit.

4.2. Pakan
- Pakan merupakan 70% biaya pemeliharaan. Pakan yang diberikan harus memberikan zat pakan (nutrisi) yang dibutuhkan ayam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga pertambahan berat badan perhari (Average Daily Gain/ADG) tinggi. Pemberian pakan dengan sistem ad libitum (selalu tersedia/tidak dibatasi).
- Apabila menggunakan pakan dari pabrik, maka jenis pakan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ayam, yang dibedakan menjadi 2 (dua) tahap. Tahap pertama disebut tahap pembesaran (umur 1 sampai 20 hari), yang harus mengandung kadar protein minimal 23%. Tahap kedua disebut penggemukan (umur diatas 20 hari), yang memakai pakan berkadar protein 20 %. Jenis pakan biasanya tertulis pada kemasannya. -Penambahan POC NASA lewat air minum dengan dosis 1 - 2 cc/liter air minum memberikan berbagai nutrisi pakan dalam jumlah cukup untuk membantu pertumbuhan dan penggemukan ayam broiler.
- Dapat juga digunakan VITERNA Plus sebagai suplemen khusus ternak dengan dosis 1 cc/liter air minum/hari, yang mempunyai kandungan nutrisi lebih banyak dan lengkap.
- Efisiensi pakan dinyatakan dalam perhitungan FCR (Feed Convertion Ratio). Cara menghitungnya adalah, jumlah pakan selama pemeliharaan dibagi total bobot ayam yang dipanen.

Contoh perhitungan :
Diketahui ayam yang dipanen 1000 ekor, berat rata-rata 2 kg, berat pakan selama pemeliharaan 3125 kg, maka FCR-nya adalah :
Berat total ayam hasil panen =
1000 x 2 = 2000 kg
FCR = 3125 : 2000 = 1,6
Semakin rendah angka FCR, semakin baik kualitas pakan, karena lebih efisien (dengan pakan sedikit menghasilkan bobot badan yang tinggi). Penggunaan POC NASA atau VITERNA Plus dapat menurunkan angka FCR tersebut.

4.3. Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemasukan bibit penyakit yang dilemahkan ke tubuh ayam untuk menimbulkan kekebalan alami. Vaksinasi penting yaitu vaksinasi ND/tetelo. Dilaksanakan pada umur 4 hari dengan metode tetes mata, dengan vaksin ND strain B1 dan pada umur 21 hari dengan vaksin ND Lasotta melalui suntikan atau air minum.
4.4. Teknis Pemeliharaan
- Minggu Pertama (hari ke-1-7). Kutuk/DOC dipindahkan ke indukan atau pemanas, segera diberi air minum hangat yang ditambah POC NASA dengan dosis + 1 - 2 cc/liter air minum atau VITERNA Plus dengan dosis + 1 cc/liter air minum/hari dan gula untuk mengganti energi yang hilang selama transportasi. Pakan dapat diberikan dengan kebutuhan per ekor 13 gr atau 1,3 kg untuk 100 ekor ayam. Jumlah tersebut adalah kebutuhan minimal, pada prakteknya pemberian tidak dibatasi. Pakan yang diberikan pada awal pemeliharaan berbentuk butiran-butiran kecil (crumbles).
- Mulai hari ke-2 hingga ayam dipanen air minum sudah berupa air dingin dengan penambahan POC NASA dengan dosis 1 - 2 cc/liter air minum atau VITERNA Plus dengan dosis 1 cc/liter air minum/hari (diberikan saat pemberian air minum yang pertama). Vaksinasi yang pertama dilaksanakan pada hari ke-4.
- Minggu Kedua (hari ke 8 -14).
Pemeliharaan minggu kedua masih memerlukan pengawasan seperti minggu pertama, meskipun lebih ringan. Pemanas sudah bisa dikurangi suhunya. Kebutuhan pakan untuk minggu kedua adalah 33 gr per ekor atau 3,3 kg untuk 100 ekor ayam.
- Minggu Ketiga (hari ke 15-21).
Pemanas sudah dapat dimatikan terutama pada siang hari yang terik. Kebutuhan pakan adalah 48 gr per ekor atau 4,8 kg untuk 100 ekor. Pada akhir minggu (umur 21 hari) dilakukan vaksinasi yang kedua menggunakan vaksin ND strain Lasotta melalui suntikan atau air minum. Jika menggunakan air minum, sebaiknya ayam tidak diberi air minum untuk beberapa saat lebih dahulu, agar ayam benar-benar merasa haus sehingga akan meminum air mengandung vaksin sebanyak-banyaknya. Perlakuan vaksin tersebut juga tetap ditambah POC NASA atau VITERNA Plus dengan dosis tetap.
- Minggu Keempat (hari ke 22-28).
Pemanas sudah tidak diperlukan lagi pada siang hari karena bulu ayam sudah lebat. Pada umur 28 hari, dilakukan sampling berat badan untuk mengontrol tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan yang normal
mempunyai berat badan minimal 1,25 kg. Kebutuhan pakan adalah 65 gr per ekor atau 6,5 kg untuk 100 ekor ayam. Kontrol terhadap ayam juga harus ditingkatkan karena pada umur ini ayam mulai rentan terhadap penyakit.
- Minggu Kelima (hari ke 29-35).
Pada minggu ini, yang perlu diperhatikan adalah tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah kotoran yang dikeluarkan sudah tinggi, perlu dilakukan pengadukan dan penambahan alas lantai untuk menjaga lantai tetap kering. Kebutuhan pakan adalah 88 gr per ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor ayam. Pada umur 35 hari juga dilakukan sampling penimbangan ayam. Bobot badan dengan pertumbuhan baik mencapai 1,8 - 2 kg. Dengan bobot tersebut, ayam sudah dapat dipanen.
- Minggu Keenam (hari ke-36-42).
Jika ingin diperpanjang untuk mendapatkan bobot yang lebih tinggi, maka kontrol terhadap ayam dan lantai kandang tetap harus dilakukan. Pada umur ini dengan pertumbuhan yang baik, ayam sudah mencapai bobot 2,25 kg.



4.5. Penyakit
Penyakit yang sering menyerang ayam broiler yaitu :
- Tetelo (Newcastle Disease/ND)
Disebabkan virus Paramyxo yang bersifat menggumpalkan sel darah. Gejalanya ayam sering megap-megap, nafsu makan turun, diare dan senang berkumpul pada tempat yang hangat. Setelah 1 - 2 hari muncul gejala syaraf, yaitu kaki lumpuh, leher berpuntir dan ayam berputar-putar yang akhirnya mati. Ayam yang terserang secepatnya dipisah, karena mudah menularkan kepada ayam lain melalui kotoran dan pernafasan. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, maka untuk mengurangi kematian, ayam yang masih sehat divaksin ulang dan dijaga agar lantai kandang tetap kering.
- Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD)
Merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang disebabkan virus golongan Reovirus. Gejala diawali dengan hilangnya nafsu makan, ayam suka bergerak tidak teratur, peradangan disekitar dubur, diare dan tubuh bergetar-getar. Sering menyerang pada umur 36 minggu. Penularan secara langsung melalui kotoran dan tidak langsung melalui pakan, air minum dan peralatan yang tercemar. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, yang dapat dilakukan adalah pencegahan dengan vaksin Gumboro.
- Penyakit Ngorok (Chronic Respiratory Disease)
Merupakan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum Gejala yang nampak adalah ayam sering bersin dan ingus keluar lewat hidung dan ngorok saat bernapas. Pada ayam muda menyebabkan tubuh lemah, sayap terkulai, mengantuk dan diare dengan kotoran berwarna hijau, kuning keputih-keputihan. Penularan melalui pernapasan dan lendir atau melalui perantara seperti alat-alat. Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obatan yang sesuai.
- Berak Kapur (Pullorum).
Disebut penyakit berak kapur karena gejala yang mudah terlihat adalah ayam diare mengeluarkan kotoran berwarna putih dan setelah kering menjadi seperti serbuk kapur. Disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum.
Kematian dapat terjadi pada hari ke-4 setelah infeksi. Penularan melalui kotoran. Pengobatan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan, yang sebaiknya dilakukan adalah pencegahan dengan perbaikan sanitasi kandang.
Infeksi bibit penyakit mudah menimbulkan penyakit, jika ayam dalam keadaan lemah atau stres. Kedua hal tersebut banyak disebabkan oleh kondisi lantai kandang yang kotor, serta cuaca yang jelek. Cuaca yang mudah menyebabkan ayam lemah dan stres adalah suhu yang terlalu panas, terlalu dingin atau berubah-ubah secara drastis. Penyakit, terutama yang disebabkan oleh virus sukar untuk disembuhkan. Untuk itu harus dilakukan sanitasi secara rutin dan ventilasi kandang yang baik. Pemberian POC NASA yang mengandung berbagai mineral penting untuk pertumbuhan ternak, seperti N, P, K, Ca, Mg, Fe dan lain-lain serta dilengkapi protein dan lemak nabati, mampu meningkatkan pertumbuhan ayam, ketahanan tubuh ayam, mengurangi kadar kolesterol daging dan mengurangi bau kotoran. Untuk hasil lebih optimal, pemberian POC NASA dapat dicampur dengan Hormonik dosis 1 botol POC NASA dicampur dengan 1-2 tutup botol Hormonik, atau 1 botol POC NASA dicampur dengan 2-4 kapsul Asam Amino. Dapat juga menggunakan VITERNA Plus yang merupakan suplemen khusus ternak dengan kandungan :
1. Mineral-mineral yang penting untuk pertumbuhan tulang, organ luar dan dalam, pembentukan darah dan lain-lain.
2. Asam-asam amino utama seperti Arginin, Histidin, Isoleucine, Lycine, Methionine , Phenylalanine, Threonine, Thryptophan, dan Valine sebagai penyusun protein untuk pembentukan sel, jaringan, dan organ tubuh
3. Vitamin-vitamin lengkap, yaitu A, D, E, K, C dan B Komplek untuk kesehatan dan ketahanan tubuh.

4.6. Sanitasi/Cuci Hama Kandang
Sanitasi kandang harus dilakukan setelah panen. Dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu pencucian kandang dengan air hingga bersih dari kotoran limbah budidaya sebelumnya. Tahap kedua yaitu pengapuran di dinding dan lantai kandang. Untuk sanitasi yang sempurna selanjutnya dilakukan penyemprotan dengan formalin, untuk membunuh bibit penyakit. Setelah itu dibiarkan minimal selama 10 hari sebelum budidaya lagi untuk memutus siklus hidup virus dan bakteri, yang tidak mati oleh perlakuan sebelumnya.

Senin, 03 Oktober 2011

16 Lumba-Lumba Mati Terdampar

Sekelompok lumba-lumba berjumlah 23 ekor terdampar di Perairan Muara Pantai, Cikawung, Desa Ujung Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten. Tujuh di antaranya berhasil diselamatkan ke lautan lepas. Di sisi lain, 16 lumba-lumba lainnya tidak dapat diselamatkan.

Menurut Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) Labuan Agus Priambudi, informasi terdamparnya lumba-lumba ini didapat dari petugas TNUK yang sedang memantau di lapangan.

''Setelah ada informasi itu, kami langsung melakukan evakuasi,'' jelas Agus, kemarin.

Masyarakat setempat juga ikut membantu proses evakuasi. Sebelum dievakuasi, seluruh lumba-lumba yang terdampar diperiksa satu per satu.

Dari pemeriksaan tersebut diketahui 16 lumba-lumba sudah mati. Lumba-lumba yang mati umumnya berada di sekitar muara pantai. Adapun tujuh lumba-lumba yang masih hidup terdampar di sekitar pantai.

Hingga kini belum diketahui penyebab terdamparnya 23 lumba-lumba di Ujung Kulon itu. Agus menduga adanya perubahan cuaca dan angin utara membuat spesies mamalia itu terdampar di pantai.

Kasus serupa pernah terjadi pada 2003. Namun saat itu, lumba-lumba yang terdampar hanya seekor.




Selasa, 12 Juli 2011

Pohon Pepaya Bermanfaat untuk Budi Daya Lele

Denpasar (Bisnis Bali) - Pohon pepaya memang kaya akan manfaat, baik itu untuk kesehatan maupun buahnya bisa dijual. Bukan hanya itu saja, pohon pepaya juga banyak dimanfaatkan pembudi daya lele, khususnya dalam kolam terpal.

Menurut Sang Ketut Rencana, Ketua Kelompok Sri Sedana, Bangli, belum lama ini berkembangnya usaha budi daya lele khususnya dalam kolam terpal maupun kolam permanen menunjukkan usaha budi daya lele telah dilirik sebagai usaha sampingan maupun tetap.

Dikatakan, kenaikan harga pakan pabrikan serta kemungkinan lele terkena penyakit akibat perubahan cuaca tentu tidak bisa dibendung, namun hanya bisa diatasi atau diantisipasi. Seperti halnya, perubahan cuaca dari sebelumnya panas ke dingin atau hujan perlu diantisipasi oleh pembudi daya khususnya di kolam yang terbuka, sebab masuknya air hujan ke dalam kolam akan menurunkan Ph air, sehingga perlu dinetralisir agar ikan-ikan lele yag dibudidayakan tidak terserang penyakit, sehingga bisa mengancam keberlangsungan budi daya.

Lebih jauh dikatakan, salah satu tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk menstabilkan Ph air saat hujan yaitu pohon pepaya. Pohon pepaya utuh beserta daunnya bisa ditempatkan di kolam budi daya.

Pembudi daya ikan lele lainnya, Ketut Wirya juga mengungkapkan hal yang sama. Untuk menstabilkan suhu air atau Ph air pada kolam lele akibat air hujan bisa menggunakan potongan pepaya baik itu daunnya atau batangnya yang mana semua bagian tersebut dimasukkan ke kolam.

Ia mengatakan, selain untuk menstabilkan Ph air, pohon pepaya tersebut juga bermanfaat untuk lele yang terkena penyakit, sebagai obat dalam musim hujan. “Pohon pepaya tersebut, baik daun maupun batangnya semuanya dimasukkan ke kolam. Setelah tiga hingga empat hari, pohon pepaya yang ada di kolam akan tumbuh lumut dan selanjutnya lumut-lumut tersebut akan dimakan oleh lele dan bermanfaat sebagai obat,” ujarnya.

Selain itu, ditambahkan, untuk mengantisipasi menurunnya Ph air, selain pohon pepaya juga bisa digunakan garam ikan atau dengan pohon pisang. *dwi